Jakarta -
Setelah runtuhnya imperium Utsmaniyah satu abad silam, relatif tidak ada lagi pemimpin bagi dunia Islam. Negeri-negeri muslim tercerai berai. Dan, usaha menuju persatuannya selalu mendapat kendala yang sangat berat. Para penyeru persatuan dunia Islam tidak jarang bernasib tragis. Saat dunia Islam dalam ketertindasannya, negeri-negeri lain justru terus bergerak maju. Uni Eropa secara tidak langsung menasbihkan dirinya sebagai penaung bagi umat Kristiani. Rusia dan China bagi komunis. India bagi kaum Hindu. Amerika melindungi Yahudi dan juga Kristiani. Sementara, Islam dan kaum muslimin relatif tidak ada lagi yang menaungi peradabannya.
Peradaban Islam yang besar pun hancur berkeping-keping. Ketertindasan umat Islam juga diperkuat oleh fakta tidak adanya perwakilan negeri muslim dalam daftar negara pemegang hak veto di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Kondisi ini diperparah oleh keberadaan para pemimpin boneka Barat di negeri-negeri muslim. Mereka tidak membela rakyatnya, tapi justru melawan rakyatnya sesuai skenario asing. Kondisi ini mengakibatkan negeri-negeri muslim terus menerus terzalimi oleh kekuatan dunia yang menindas.
Peradaban Islam menjadi semakin lemah. Tidak ada yang bisa membela secara maksimal saat umat Islam terjajah. Baik di Palestina, Afghanistan, Irak, di Arakan (Myanmar), Crimea, Afrika, dan di berbagai belahan dunia lainnya. Kondisi umat Islam persis seperti anak-anak yang kehilangan ayahnya. Tidak ada tempat mengadu dalam dunia yang semakin menindas. Dalam kondisi ini, gerakan menuju kebangkitan Islam sebenarnya tidak pernah padam. Seruan menuju kebangkitan Islam terus bergaung di seantaro negeri.
Umat Islam yang secara meyakinkan telah menerima sistem demokrasi sebenarnya selalu mampu memenangkan banyak pesta demokrasi jika digelar secara jujur dan adil. Kita menyimak bagaimana politik Islam selalu dominan di banyak negeri muslim. Seruan kebangkitan Islam terus bergema baik di Mesir, di Maroko, Turki, Aljazair, Pakistan, Tunisia, Malaysia, Indonesia, Turki, Sudan, Malaysia dan sebagainya. Ini menandakan bahwa upaya menuju kebangkitan Islam dan mewujudkan persatuan dunia Islam tidak pernah pudar.
Masalahnya, dari sejumlah negeri muslim ini, umat Islam menghadapi berbagai persoalan domestik yang tidak mudah. Kudeta militer yang disponsori asing, praktik korupsi, ketertinggalan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing, dan berbagai persoalan akut lainnya. Maka jangan heran, jangankan untuk berbicara narasi peradaban Islam di level dunia, malahan mereka harus berkutat pada wacana-wacana dasar yang tidak mampu memberikan kontribusi bagi dunia. Akibatnya, suara dunia Islam kian tak terdengar.
Sebagai contoh, kita menyaksikan bagaimana tanah Palestina sejengkal demi sejengkal dicaplok Israel sehingga saat ini hanya menyisakan jalur Gaza dan Tepi Barat yang sempit. Dan, parahnya pencaplokan itu sampai saat ini terus berlangsung. Umat Islam di sana terus menerus dihina. Apalagi, umumnya pemimpin dunia Islam hanya bisa diam membisu. Mereka tidak berani bersuara.
Menaruh Harap
Dalam kondisi seperti ini, sangat logis jika dunia Islam menaruh harap pada Turki di bawah kepemimpinan Erdogan. Bukan saja karena alasan sejarah, namun juga faktor track record kepemimpinan Erdogan. Turki memang belum menjadi negara kuat selevel dengan Amerika, China, dan Rusia. Tapi, Erdoogan sadar keunggulan peradaban Islam dan sejarah agung bangsanya. Maka suatu hari ia mengatakan, "Peradaban besar yang pernah runtuh harus dibangun kembali di atas puing-puing keruntuhannya."
Erdogan juga sadar orang-orang yang terzalimi di seluruh dunia berada di belakangnya. Rakyat senantiasa mendukungnya dalam kondisi apapun. Bahkan rakyatnya rela mengorbankan nyawa saat menggagalkan kudeta militer yang disponsori Fethullah Gulen Organization (FETO). Maka, berbekal kekuatan iman dan Islamnya, Erdogan terus maju menjadi pemimpin muslim yang paling keras bersuara membela negeri-negeri Islam. Berbekal keberhasilan pembangunan di negerinya, Turki juga terus begerak membantu negeri-negeri muslim di berbagai belahan dunia, dari Afrika sampai ke Asia lewat berbagai NGO-nya seperti IHH, TIKA dan sebagainya.
Di dalam negeri, Turki juga merawat lebih dari tiga juta pengungsi Suriah yang lari dari perang. Bahkan, saat sejumlah negara Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab akan "menyerbu" Qatar sesuai skenario Israel, Turki dengan sigap mengirim pasukannya untuk mengantisipasi kemungkinan buruk ini. Erdogan juga terus mengajak dunia Islam bersatu. Ia juga menyuarakan reformasi PBB.
Suatu ketika ia mengatakan, dunia yang luas ini tidak bisa diatur hanya oleh lima negera pemegang hak veto di PBB, yaitu Amerika, Rusia, China, Prancis, dan Inggris. Erdogan melihat tidak adanya negara muslim dalam daftar negara pemegang hak veto telah menyebabkan dunia yang sangat sewenang-wenang kepada umat Islam. Hal semacam ini tampak tidak pernah disuarakan pemimpin dunia Islam lainnya.
Setelah diumumkan terpilih sebagai presiden Turki dalam pilpres Senin kemarin, Erdogan mengucapkan sebuah kalimat yang mengindikasikan kekuatan aqidahnya. Merespons teriakan "Berdirilah tegak rakyat ini bersama Anda" oleh pendukungnya, Erdogan seperti dilansir Kantor Berita Anadolu Agency mengatakan, "Kalian tak usah khawatir, kami belum (pernah) membungkuk di hadapan kekuatan apapun di dunia ini, kami hanya tunduk di hadapan Allah dalam ruku' dan sujud."
Semua mata muslim tertuju kepadanya. Sebab, Erdogan sukses memanfaatkan jabatannya untuk membangun negerinya dan memberikan sumbangsih besar bagi eksistensi peradaban Islam. Dari realitas tersebut, tak heran jika nama Erdogan semakin masyhur di negeri-negeri muslim.
Sebelum Pilpres di Turki, sejumlah politisi Pakistan lintas partai berjanji akan meniru kebijakan Erdogan dalam perumusan kebijakan pembangunan negerinya jika partai mereka memenangkan pemilu pada 25 Juli nanti, seperti dilansir Harian Daily Sabah. Untuk menggaet pemilih, sebagian di antaranya mem-posting foto mereka dengan Erdogan di akun Twitter-nya, seperti yang dilakukan Shehbaz Sharif, adik mantan PM Pakistan, Nawaz Sharif.
Para pengkotbah selama kotbah Jumat di masjid-masjid di Islamabad, Karachi, Lahore, Peshawar, Quetta, dan kota-kota lain dikabarkkan juga memuji kebijakan pro-pengungsi Erdogan. Dari Malaysia, setelah Erdogan kembali terpilih menjadi Presiden Turki, sanjungan tinggi datang dari Anwar Ibrahim yang koalisi Pakatan Harapan pimpinannya sukses memenangi pemilu beberapa waktu lalu. Dikutip dari The Star, Anwar menyebut kemenangan Erdogan juga merupakan kejayaan bagi dunia Islam dalam menggambarkan wajah Islam modern dan progresif yang mencakup perubahan tanpa mengorbankan nilai-nilai iman dan ajaran-ajaran mendasar Nabi.
Anwar yang akan memimpin Malaysia selepas Mahathir Muhammad adalah sosok yang sangat menyukai Erdogan dalam berbagai pernyataannya. Pemimpin Bosnia Bakir Izetbegovic juga memiliki penilaian istimewa kepada Erdogan. Dilansir Harian Yeni Safak, suatu ketika dalam sebuah pertemuan penting ia mengatakan bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan merupakan seorang mentor bagi umat Islam, sebuah fakta yang membuatnya tidak disukai di Barat.
Bakir juga mengatakan, Erdogan tidak terlalu disukai di Barat karena merupakan pemimpin besar yang telah lama ditunggu-tunggu untuk Muslim. Kecintaan kepada Erdogan juga ditunjukkan muslim lainnya di berbagai penjuru dunia sampai ke Afrika. Ini menandakan, Erdogan kian menjadi magnet untuk menyatunya dunia Islam. Dunia Islam kian menunjukkan prospeknya menuju persatuan dan kebangkitan.
Tentulah ini harapan yang wajar karena persatuan sendiri sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Kita berharap, para pemimpin di negeri-negeri yang memiliki populasi muslim besar lainnya agar bisa mengikuti langkah Erdogan sehingga kelak satu per satu persoalan dunia Islam akan bisa terselesaikan. Dan, Islam akan menjadi pemimpin bagi dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar