Senin, 08 Februari 2016

MAJELIS TARJIH PWM KALSEL KAJI PERSOALAN SALAFI


Bertempat di Aula PWM Kalsel Lt. 1, Majelis Tarjih dan Tajdid PW. Muhammadiyah Kalimantan Selatan pada Sabtu (16/6) bersama-sama seluruh pakar tarjih se Kalimantan Selatan secara intens mengkaji persoalan keumatan. Salah satunya adalah maraknya gerakan salafi di masjid Muhammadiyah yang makin meresahkan warga Muhammadiyah. Berdasarkan laporan PD. Muhammadiyah persoalan tersebut semakin menggejala hampir di seluruh masjid Muhammadiyah se Kalimantan Selatan. “Perseteruan” antara Muhammadiyah dengan salafi tersebut, pada awalnya hanya persoalan berbeda pendapat saja, tapi belakangan hal tersebut merembet sampai menyalahkan dan menganggap pendapat yang dipahami Muhammadiyah adalah salah. Lebih dari pada itu, persoalan yang cukup krusial, adanya upaya “pengambilalihan” masjid/mushalla Muhammadiyah yang dijadikan lahan untuk mengembangkan paham salafi.
Menanggapi hal tersebut, peserta pengajian merekomendasikan agar pimpinan wilayah secara tegas membuat surat edaran kepada seluruh pengelola masjid/mushalla Muhammadiyah untuk selektif dalam memilih khatib/penceramah dalam pengajiannya. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa penceramah di luar Muhammadiyah ketika berceramah di lingkungan Muhammadiyah justru mematahkan atau bahkan mengobok-obok paham yang diyakini Muhammadiyah. Masih menurut peserta pengajian, ketegasan pimpinan sangat diperlukan demi menjaga kestabilan umat di akar rumput, sehingga tidak mengalami kebimbangan atau keraguan dalam beribadah.
Pengajian perdana yang digagas majelis tarjih dan tajdid tersebut juga membicarakan berbagai hal dalam ibadah yang selama ini diperselisihkan antara Muhammadiyah dan salafi. Para peserta pengajian mengharapkan agar pimpinan wilayah bisa membuat pedoman yang dapat dijadikan sandaran dalam beribadah bagi warga persyarikatan di tingkat bawah. [Kh]

Minggu, 07 Februari 2016

Syair Abu Nawas.


  إِلهِي لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلاً

                         وَلاَ أَقْوَى عَلىَ النَّارِ الجَحِيْم

فَهَبْ ليِ تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبيِ #

                         فَإِنَّكَ غَافِرُ الذَّنْبِ العَظِيْمِ

ذُنُوْبيِ مِثْلُ أَعْدَادِ الرِّمَالِ     #

                         فَهَبْ ليِ تَوْبَةً يَاذاَالجَلاَلِ

وَعُمْرِي نَاقِصٌ فيِ كُلِّ يَوْمٍ  #

                         وَذَنْبيِ زَئِدٌ كَيْفَ احْتِمَالِ

إِلهِي عَبْدُكَ العَاصِي أَتَاكَ    #

                        مُقِرًّا  بِالذُّنُوْبِ وَقَدْ دَعَاكَ

 وَإِنْ تَغْفِرْ فَأَنْتَ لِذَا أَهْلٌ       #

                        فَإِنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُو سِوَاكَ

 : Artinya
Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga #
                        tapi aku tidak kuat dalam neraka.
Maka berilah aku taubat (ampunan) dan ampunilah dosaku #
                        sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa yang besar.
Dosaku bagaikan bilangan pasir #
                       maka berilah aku taubat wahai Tuhanku yang memiliki keagungan.
Umurku berkurang setiap hari #
                       sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya.
Wahai, Tuhanku! Hamba Mu yang durhaka telah datang kepada Mu #
                       dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada Mu.
Maka jika Engkau mengampuni, Engkaulah pemilik ampunan #
                       tetapi jika Engkau menolak, kepada siapa lagi aku mengharap selain kepada Engkau?

AKIDAH IMAM SYAFI’I TENTANG AHLUL BAIT



AKIDAH IMAM SYAFI’I TENTANG AHLUL BAIT
(dalam syait-syair beliau)
Abu Hamzah al-Qomari
Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (204 H) rahimahullah berkata:
آلُ النَّبِيِّ ذَرِيْعَتِيْ *** وَهُمُوْ إِلَيْهِ وَسِيْلَتِـــيْ
أَرْجُوْ بِهِمْ أُعْطَى غَداً*** بِيَدِيْ اْليَمِيْنِ صَحِيْفَتِيْ
Keluarga Nabi adalah sebabku.
Mereka menjadi wasilah (jalan penghubung)ku kepada beliau i .
Aku harapkan sebab mereka, besuk aku diberi
Buku catatanku dengan tangan kananku.
(Diwan al-Imam al-Syafi’I, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, hal. 40)
●●●
Imam Syafi’I-Rahaimahullah- juga berkata:
قَالُوْا تَرَفَّضْتَ قُلْتُ : كَـــلاَّ *** مَا الرَّفْضُ دِيْنِيْ وَلاَ إِعْتِقَادِيْ
لَكِنْ تَوَلَّيْتُ غَيْرَ شَــــكِّ *** خَيْرَ إِمَامٍ وَخَيْرَ هـَـادِي
إِنْ كاَنَ حُبُّ الْوَلِيّ رّفْضاً *** فَإِنَّ رَفْضِيْ إِلَى اْلعِبَــــادِ
Mereka berkata: “Engkau menjadi Syiah Rafidhah.” Aku berkata: “Sekali-kali tidak!”
Rafidhah bukanlah agama dan keyakinanku.
Akan tetapi aku berwala` (meyakini sebagai wali) tanpa ragu-ragu
Kepada sebaik-baik imam dan sebaik-baik pemberi petunjuk.
Jika kecintaanku kepada Wali itu yang disebut rafdh (menolak)
Maka sifat penolakanku aku tujukan kepada para hamba (yang menuduhku)
(Diwan al-Imam al-Syafi’I, 58)
●●●
Imam Syafi’i  juga berkata:
إِذَا نَحْنُ فَضَّلْنَا عَلِياً فَإِنَّنَـــــا *** رَوَافِضُ بِالتَّفْضِيْلِ عِنْدِ ذَوِي الْجَهْلِ
وَفَضْلُ أَبِيْ بَكْرٍ إِذَا مَا ذَكَرْتُـــهُ *** رُمِيْتُ بِنَصْبٍ عِنْدَ ذِكْرِيْ لِلْفَضْلِ
فَلاَ زِلْتُ ذَا رَفْضٍ وَنَصْبٍ كِلاَهُمَا *** بِحُبِّيْهِمَا حَتَّى أُوْسَدَ فِي الرَّمْلِ
Jika kami menyebutkan kelebihan Ali maka kami
Dianggap Syiah Rafidhah sebab tafdhil (menyebut kelebihan Ali) ini, di mata orang-orang jahil
Sedangkan keutamaan Abu Bakar jika aku sebutkan
Maka aku dituduh Nashibah (kelompok yang memusuhi Ahlul Bait), ketika aku menyebutkan kelebihannya
(Biarlah), Aku senantiasa “Rafidhah” (mencintai Ali) dan “Nashibah” (mencintai Abu Bakar) sekaligus
Yaitu dengan mencintai keduanya (Abu Bakar dan Ali /sahabat dan ahlul bait) hingga aku terkubur dalam tanah.
(Diwan al-Imam al-Syafi’I, 89)
●●●
Imam Syafi’I -Rahaimahullah- berkata:
إِذَا فِيْ مَجْلِسٍ نَذْكُرُ عَلِيّــاً *** وَسِبْطَيْهِ وَفَاطِمَةَ الزَّكِيَّـةَ
يُقَالُ تَجَاوَزُوْا يَا قَوْمُ هَــذَا *** فَهَذَا مِنْ حَدِيْثِ الرَّافِضَـةِ
بَرِئْتُ إِلىَ الْمُهَيْمِنِ مِنْ أُنَاسٍ *** يَرَوْنَ الرَّفْضَ حُبَّ الْفَاطِمَةِ
Jika dalam suatu majelis kami menyebutkan Ali,
Kedua cucu Nabi serta Fathimah yang suci
Dikatakan kepadaku, ‘tinggalkan ini wahai kaum
Karena ini termasuk obrolan kaum Rafidhah’
Aku berlepas diri kepada Yang Maha Perkasa dari manusia
yang menilai bahwa mencintai Fathimah itu adalah Rafidhah
(Diwan al-Imam al-Syafi’I, 113)
●●●
Imam al-Syafi’I  berkata:
يَا رَاكِباً قِفْ بِالْمُحَصَّبِ مِنْ مِنَـى *** وَاهْتُفْ بِقَاعِدِ خَيْفِهَا وَالنَّاهِضِ
سَحَراً إِذَا فَاضَ الْحَجِيْجُ إِلَى مِنَى *** فَيْضاً كَمُلْتَطِمِ الْفُرَاتِ الْفَائِضِ
إِنْ كَانَ رَفْضاً حُبُّ آلِ مُحَمَّـدِ *** فَلْيَشْهَدِ الثَّقَلاَنِ أَنِّيْ رَافِضِـيّ
Wahai pengendara berhentilah di Muhashab*, dari Mina
Dan serukan di tanah datar di Masjid Khaif dan di datarn tingginya
Di waktu akhir malam ketika jamaah haji tumpah ruah di Mina
Meluber seperti air sungai Eufrat yang melimpah:
‘Jika yang dimaksud dengan Rafidhah itu adalah mencintai keluarga Muhammad
Maka silakan jin dan manusia bersaksi bahwa aku adalah seorang Rafidhi (artinya: seorang yang mencintai Keluarga Nabi)’.
(Diwan al-Imam al-Syafi’I, 73)
Muhashshab: Tempat melempar jamarat di Mina
●●●
Imam Syafi’i -Rahaimahullah- berkata:
يَا آلَ بَيْتِ رَسُوْلِ اللهِ حُبُّكُـْم *** فَرْضٌ مِنَ اللهِ فِي الْقُرْآنِ أَنْزَلَهُ
يَكْفِيْكُمْ مِنْ عَظِيْمِ اْلفَخْرِ أَنَّكُمْ *** مَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَيْكُمْ لاَ صَلاَةَ لَهُ
Wahai keluarga Rasulullah, mencintai kalian
Adalah kewajiban dari Allah dalam al-Qur`an yang Dia turunkan
Cukuplah bagi kalian, keagungan dari kebanggaan, bahwa kalian
Bahwa siapa yang tidak bershalawat kepada kalian berarti ia tidak ada shalat baginya.
(Diwan al-Imam al-Syafi’I, 89)*

Wahabi Bukan Sebuah Mazhab!



Wahabi didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Pendiri Wahabi ini merupakan murid Ibn Qayyimal-Jauziyah. Ibn Qayyim sendiri merupakan murid Ibn Taimiyah. Ibn Taimiyah adalah pemuka mazhab Hanbali.
Dari silsilah seperti itu, kita tahu bahwa sebenarnya pendapat ataupun kalau boleh disebut ajaran Wahabi itu sebenarnya bersumber dari mazhab Hanbali. Imam Ahmad bin Hanbal terkenal sebagai Imam mazhab yang cukup ketat berpegang pada nash. Jarang sekali ia memainkan unsur logika dalam membahas suatu nash.Tak heran banyak kalangan yang mempersoalkan posisi Imam Ahmad. Beliau dianggap bukan ahli fiqih. Beliau hanya menyusun kitab hadis yang sistematika babnya disusun menurut bab dalam ilmu fiqh. Kalaupun ia dianggap ahli hadis, ternyata kitab Musnad-nya tidaklah termasuk dalam "kutubus sittah" (enam kitab hadis terkemuka). Jadi, sebagai ahli fiqih ia diragukan, dan sebagai ahli hadis pun juga layak dipertanyakan.
Akan tetapi, terlepas dari kontroversi akan ketokohan Imam ahmad, yang jelas dari sisi penganut paham Ahlus Sunnah Wal Jama'ah beliau berjasa besar dalam mempertahankan aqidah islamiyah. Imam Ahmad dalam ilmu kalam dikelompokkan sebagai penganut paham salafiyah; sebuah paham yang sebenarnya banyak berbeda dengan paham Asy'ariyah (yang diikuti di Indonesia itu).
Dari sini kita sudah bisa menangkap bahwa Muhammad bin Abdul wahhab, pendiri Wahabi itu, sudah punya beban sejarah yang kontroversial, karena guru dari gurunya sendiri juga dianggap kontroversial. Dari sini pula kita bisa mengerti mengapa Muhammadiyah dan NU terlihat sangat susah untuk "bertemu". NU mengambil paham Asy'ariyah sedangkan Muhammadiyah, yang terpengaruh Wahabi, lebih cenderung pada paham Salaf.
Dari sini kita bisa pula mengerti mengapa pesantren tradisional di Indonesia tidak mengajarkan kitab Ibn Taimiyah (pemuka mazhab Hanbali), bahkan banyak yang masih mengkafirkan Ibn Taimiyah di Indonesia. Kita bisa pula memahami, bahwa salah satu akar keberatan banyak ulama terhadap pemikiran Cak Nur adalah karena Cak Nur juga sangat sering (bahkan terlalu sering) mengutip Ibn Taimiyah dalam tulisannya.
Tapi, apakah Wahabi itu sebuah mazhab? Saya cenderung berpendapat bahwa Wahabi itu kedudukannya sama dengan Muhammadiyah atau NU, Persis atau malah Isnet:)
Wahabi hanyalah kelompok (harakah) biasa atau sebut saja semacam organisasi. Wahabi tak memiliki pendapat sendiri, karena ia sepenuhnya mengikuti mazhab Hanbali. Sama dengan NU yang tak bisa kita anggap sebagai mazhab tersendiri, karena NU merupakan organisasi yang pada hakekatnya banyak berpegang pada mazhab Syafi'i. Sayangnya, Wahabi juga memasuki wilayah politik sehingga perbedaan kelompok ini dengan para ulama lainnya cukup diwarnai "perseteruan politik". Kalimat terakhir ini juga merupakan alasan "kontroversial"-nya Wahabi.