Sabtu, 29 Oktober 2016

KITAB SUCI ZABUR, TAURAT, INJIL DAN QUR'AN SELALU TERKAIT DAN MELENGKAPI.







Kitab Suci Allah SWT : Taurat, Zabur, Injil & AlQuran - Kitab Suci Agama Islam yang Wajib Diimani Kaum Muslim - Agama Islam. Dalam agama Islam dikenal empat buah kitab yang wajib kita percaya serta kita imani. Jumlah kitab suci sebenarnya tidak dijelaskan dalam Alquran dan juga dalam Hadis. Selain dari kitab Allah yang diturunkan melalui rosul melalui malaikat jibril, kita juga bisa berpedoman pada hadist nabi Muhammah SAW dan sahifah-sahifah / suhuf / lembaran firman Allah SWT yang diturunkan pada nabi Adam, Ibrahim dan Musa AS.
Percaya pada kitab-kitab Allah SWT hukumnya adalah wajib 'ain atau wajib bagi seluruh warga muslimin di seluruh dunia. Dilihat dari pengertian atau arti definisi, kitab Allah SWT adalah kitab suci yang merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT melalui rasul-rasulnya untuk dijadikan pedoman hidup umat manusia sepanjang masa. Orang yang mengingkari serta tidak percaya kepada Alquran disebut orang-orang yang murtad.
Daftar kitab Allah SWT beserta Rasul penerima wahyunya :
1. Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa AS berbahasa Ibrani
Kitab Taurat atau Torah dalam bahasa Ibrani adalah lima kitab pertama Tanakh atau Alkitab Perjanjian Lama. Kitab Taurat dalam bahasa Yunani disebut Pentateukh.
Kelima kitab ini adalah:
l Kejadian, bahasa Latin: Genesis, bahasa Ibrani: beresyit (בראשית),
l Keluaran, bahasa Latin: Exodus, bahasa Ibrani syemot (שמות),
l Imamat, bahasa Latin: Leviticus, bahasa Ibrani wayyikra (ויקרא),
l Bilangan, bahasa Latin: Numerii, bahasa Ibrani bemidbar (במדבר) dan
l Ulangan, bahasa Latin: Deuteronomium, bahasa Ibrani debarim (דברים).
Nama-nama Latin berasal dari Septuaginta. Kelima buku pertama ini dianggap penting karena kelima buku ini memuat peraturan-peraturan yang dipercayai ditulis oleh Musa.
Menurut tradisi kitab Taurat ditulis oleh nabi Musa, sedang kematiannya yang tercatat pada Kitab Ulangan pasal 34 dituliskan oleh penerusnya, Yosua.Contoh serupa adalah kitab Yeremia, yang pada akhirnya di kitab tersebut dituliskan "sampai di sinilah perkataan-perkataan Yeremia" (Yeremia 51:64) namun kitab tersebut masih dilanjutkan (kebanyakan berisi sejarah dan kejadian yang terjadi setelah perkataan Yeremia berakhir).
Kata Taurat sendiri sebenarnya berarti pengajaran oleh Allah. Kata ini diterapkan kepada Kesepuluh Hukum (Dasa Titah), kemudian pada segala hukum dan peraturan dari Tuhan.
Orang Samaria mengakui kelima kitab Taurat ini sebagai kitab suci mereka, namun mereka menolak kitab-kitab lainnya yang terdapat di dalam Perjanjian Lama
2. Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Daud AS berbahasa Qibti
Zabur (bahasa Arab: زبور) disamakan oleh sebagian ulama dengan Mazmur, yang menurut Islam, adalah salah satu kitab suci yang diturunkan sebelum Al-Qur'an (selain Taurat dan Injil).
Istilah zabur adalah persamaan dengan istilah Ibrani zimra, bermaksud "lagu, musik." Ia, bersama dengan zamir ("lagu") dan mizmor ("mazmur" atau psalm), merupakan derivasi zamar, artinya "nyanyi, nyannyikan pujian, buatkan musik."
Umat Muslim percaya bahwa zabur adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada kaum Bani Israil melalui utusannya yang bernama Nabi Daud
Zabur menurut hadits
Satu hadits dari sahih Bukhari, mengatakan: Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah bersabda,
"Pembacaan Zabur dimudahkan bagi Daud. Dia sering mengarahkan agar binatang tunggangannya diletakkan pelana, dan mampu menghabiskan bacaan Zabur sebelum pelana siap diletakkan. Dan dia tidak akan makan tetapi hasil dari kerjanya sendiri."
3. Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa AS berbahasa Suryani
Injil (Yunani: ευαγγέλιον/euangelion - "kabar baik" atau "berita baik" atau "berita suka cita") adalah istilah yang digunakan untuk menyebut keempat kitab pertama dalam Alkitab Perjanjian Baru. Kitab-kitab tersebut adalah: Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, dan Injil Yohanes. Kata injil sendiri berasal dari bahasa Arab
Injil biasanya mengandung arti:
l Pemberitaan tentang aktivitas penyelamatan Allah di dalam Yesus dari Nazaret atau berita yang disampaikan oleh Yesus dari Nazaret. Inilah asal-usul penggunaan kata "Injil" menurut Perjanjian Baru (lihat Surat Roma 1:1 atau Markus 1:1).
l Dalam pengertian yang lebih populer, kata ini merujuk kepada keempat Injil kanonik (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes) dan kadang-kadang juga karya-karya lainnya yang non-kanonik (mis. Injil Tomas), yang menyampaikan kisah kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus.
l Sejumlah sarjana modern menggunakan istilah "Injil" untuk menunjuk kepada sebuah genre hipotetis dari sastra Kristen perdana (bdk. Peter Stuhlmacher, ed., Das Evangelium und die Evangelien, Tübingen 1983, juga dalam bahasa Inggris: The Gospel and the Gospels).
Kata "injil" dipergunakan oleh Paulus sebelum kitab-kitab Injil dari kanon Perjanjian Baru ditulis, ketika ia mengingatkan orang-orang Kristen di Korintus "kepada Injil yang aku beritakan kepadamu" (1 Korintus 15:1). Melalui berita itu, Paul menegaskan, mereka diselamatkan, dan ia menggambarkannya di dalam pengertian yang paling sederhana, sambil menekankan penampakan Kristus setelah kebangkitan (15:3-8):
"... bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya. Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal. Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul. Dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya."
Penggunaan kata injil (atau ekuivalennya dalam bahasa Yunani evangelion) untuk merujuk pada suatu genre tulisan yang khas yang berasal dari abad ke-2. Kata ini jelas digunakan untuk menunjuk suatu genre dalam Yustinus Martir (l.k. 155) dan dalam pengertian yang lebih kabur sebelumnya dalam Ignatius dari Antiokhia (l.k. 117).
Kitab Injil beraksara Arab-Melayu yang disebarkan Belanda di Kalimantan Selatan koleksi Museum Lambung Mangkurat.
Kitab Perjanjian Baru terbit antara tahun 50 dan 100 Masehi. Yang mula-mula adalah Surat-surat Paulus, kemudian barulah bagian-bagian lain. Beberapa abad sesudah Masehi, Gereja baru mensahkan kanon Kitab Perjanjian Baru setelah urutannya diubah dan sedapat mungkin disesuaikan dengan Sejarah Keselamatan (Intisari Iman Kristen oleh Ds.B.J. Boland, 1964).
Umumnya boleh dikatakan bahwa kanon Perjanjian Baru sudah ditetapkan kira-kira pada tahun 200, secara definitif pada tahun 380 (Sejarah Gereja oleh Dr. H. Berkhof dan Dr.I.H. Enklaar, 1962).
De Arameesche tekst van het Mattheus-evengelie is reeds vroegtijdig gegaan. De andrere drie evangelien, zijn in het Grieksch geschreven. De boeken van de Heilige Schrift, zelfs de evengelien, zijn niet volkomen in de zelfds toestand bewaard gebleven, waarin zijoorspronkelijk zijn geschreven. Daar de boekdrukkeenst niet bestond, warden zij eeuwen long telkens overgeschreven en hijdat overschrijoen werden soms woorden uitgelaten, verwisseld of verkeerd geschreven ... Artinya : Injil Matius yang berbahasa Arami telah lama hilang. Tiga Injil lainnya ditulis dalam bahasa Yunani. Buku-buku dari Kitab Suci juga injil-injilnya tidak tersimpan dengan sempurna dalam keadaan yang sama, dalam mana itu asalnya ditulis. Karena tidak adanya cetak-mencetak buku maka seringkali dilakukan pemindahtulisan berabad-abad lamanya, dan dalam memindahtuliskan itu kadang-kadang terjadi penghapusan kata-kata, penukaran kata-kata atau penulisan terbalik ... (Het Evangelie, 1929, Badan Perpustakaan Petrus Canisius)
Injil kanonik
Dari banyak injil yang ditulis, ada empat injil yang diterima sebagai bagian dari Perjanjian Baru dan dikanonkan. Hal ini merupakan tema utama dalam sebuah tulisan oleh Irenaeus, l.k. 185.
Dalam tulisannya yang diberi judul "Melawan Kesesatan" Irenaeus menentang beberapa kelompok Kristen yang menggunakan hanya satu Injil saja, seperti kelompok Marsion - yang menggunakan versi Injil Lukas yang sudah diubah sedemikian rupa. Irenaeus juga menentang beberapa kelompok yang menekankan tulisan-tulisan berisi wahyu-wahyu baru, seperti kelompok Valentinius (A.H. 1.11.9).
Irenaeus menyatakan bahwa ada empat injil yang adalah tiang-tiang gereja.
“tak mungkin ada lebih atau kurang daripada empat," katanya, sambil mengajukan analogi sebagai logikanya bahwa ada empat penjuru dunia dan empat arah angin (1.11.8). Citranya ini, yang diambil dari Kitab Yehezkiel 1:10, tentang takhta Allah yang didukung oleh empat makhluk dengan empat wajah—"Keempatnya mempunyai muka manusia di depan, muka singa di sebelah kanan, muka lembu di sebelah kiri, dan muka rajawali di belakang"— ekuivalen dengan Injil yang "berwajah empat", adalah lambang-lambang konvensional dari para penulis Injil: singa, lembu, rajawali, dan manusia. Irenaeus berhasil menyatakan bahwa keempat Injil itu bersama-sama, dan hanya keempat Injil inilah, yang mengandung kebenaran. Dengan membaca masing-masing Injil di dalam terang yang lainnya, Irenaeus menjadikan Yohanes sebagai lensa untuk membaca Matius, Markus dan Lukas.
Pada peralihan abad ke-5, Gereja Barat di bawah Paus Inosentus I, mengakui sebuah kanon Alkitab yang meliputi keempat Injil yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, yang sebelumnya telah ditetapkan pada sejumlah Sinode regional, yaitu Konsili Roma (382), Sinode Hippo (393), dan dua Sinode Karthago (397 dan 419).[1] Kanon ini, yang sesuai dengan kanon Katolik modern, digunakan dalam Vulgata, sebuah terjemahan Alkitab dari awal abad ke-5 yang dikerjakan oleh Hieronimus[2] atas permintaan Paus Damasus I pada 382.
l Injil Matius
l Injil Markus
l Injil Lukas
l Injil Yohanes
Perkiraan kurun waktu ditulisnya injil bervariasi. Berikut perkiraan kurun waktu yang diberikan oleh Raymond E. Brown, dalam buku-nya "An Introduction to the New Testament", sebagai representasi atas konsensus umum para sarjana, pada tahun 1996:
l Markus: l.k. 68-73
l Matius: l.k. 70-100
l Lukas: l.k. 80-100
l Yohanes: 90-110
Sedangkan, perkiraan kurun waktu yang diberikan dalam NIV Study Bible:
l Markus: l.k. tahun 50-an hingga awal 60-an, atau akhir 60-an
l Matius: l.k. tahun 50-70-an
l Lukas: l.k. tahun 59-63, atau tahun 70-an hingga 80-an
l Yohanes: l.k. tahun 85 hingga mendekati 100, atau tahun 50-an hingga 70
Injil Apokrif
Beberapa injil yang tidak dikanonkan mempunyai keserupaan dalam hal isi dan gaya bahasa, dibandingkan dengan injil-injil kanonik. Kebanyakan (yang lainnya) adalah gnostik dalam hal isi dan gaya bahasa, mempresentasikan / mengemukakan ajaran-ajaran dari sudut pandang yang sangat berbeda.
Injil-injil ini termasuk dalam tulisan-tulisan apokrif :
l Injil Tomas
l Injil Yudas
l Injil Filipus
l Injil Petrus
l Injil Maria Magdalena
l Injil Yakobus
l Injil Bartolomeus
l Injil Barnabas
l Injil Andreas
l Injil Nikodemus
l Injil Matias
l Injil Mesir
l Injil Ibrani
l Injil Nazaret
l Injil Ebionim (Ebionites)
l Injil Hawa
l Injil Kebenaran
l Injil Kesempurnaan
l Injil Empat Alam Surgawi (Four Heavenly Realms)
l Injil Dua Belas
l Injil Tujuh Puluh
l Injil Tadeus
l Injil Cerinthus
l Injil Basilides
l Injil Marsion
l Injil Appelles
l Injil Bardesanes
l Injil Mani
l Lihat juga "Injil Hermes" yang disalah-mengerti.
Kitab yang sering disebut sebagai Injil Barnabas adalah pemalsuan abad ke-16 M. Penulisannya menggunakan bahasa Italia.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia yang beredar di Indonesia diterjemahkan dari buku yang ditulis oleh Laura dan Racc namun komentar-komentar kritisnya tidak diterjemahkan.
4. Kitab Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berbahasa Arab
Al-Qur'an (ejaan KBBI: Alquran, dalam bahasa Arab قُرْآن) adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam memercayai bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril.
Ditinjau dari segi kebahasaan (etimologi), Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”.(75:17-75:18)
Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir di mana membacanya termasuk ibadah”.
Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"
Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.
Nama-nama lain Al-Qur'an
l Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)
l Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
l Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
l Al-Mau'idhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57)
l Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
l Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
l Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
l Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
l At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
l Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
l Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
l Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
l Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
l Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
l An-Nur (cahaya): QS(4:174)
l Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
l Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
l Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)
Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar dan Al-‘Așr. Total jumlah ayat dalam Al-Qur'an mencapai 6236 ayat di mana jumlah ini dapat bervariasi menurut pendapat tertentu namun bukan disebabkan perbedaan isi melainkan karena cara/aturan menghitung yang diterapkan. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.
Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah. Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat,sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah
Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.
Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada didalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
l As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
l Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya
l Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya
l Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya
Sejarah Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf
l Penurunan Al-Qur'an
Dipercayai oleh umat Islam bahwa penurunan Al-Qur'an terjadi secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 13 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.
l Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya
Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.
l Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.
l Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:
Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."
Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).
Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an
Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.
Terjemahan
Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; terkadang untuk arti hakiki, terkadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
l Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002
l Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud Yunus
l An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy
l Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS
Terjemahan dalam bahasa Inggris
l The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali
l The Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall
Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
l Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
l Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)
l Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien
l Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
l Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan
l Al-Amin (bahasa Sunda)
Tafsir
Upaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu. Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Qur'an terus berlanjut. Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga perbandingan antar ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah.
Adab Terhadap Al-Qur'an
Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.
Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79)
Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati.
Hubungan dengan kitab-kitab lain
Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:
l Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4)
l Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)
l Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
l Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen.
Tambahan :
Kitab suci injil yang saat ini dijadikan kitab suci oleh kaum nasrani / kristen katolik & protestan sangat berbeda dengan injil yang diwahyukan kepada nabi Isa AS semasa hidupnya untuk kaumnya. Oleh sebab itu datang Alqur'an untuk menjadi penyempurna seluruh kitab suci yang pernah ada.

KONFLIK ISRAEL-PALESTINA DALAM KONSTELASI POLITIK IRAN DAN LEBANON DI TIMUR TENGAH



Timur Tengah merupakan kawasan yang dikenal kaya akan sumber daya minyak dan derajat etnisitas yang tinggi. Meski demikian, nyatanya kelebihan ini tidak kemudian menciptakan perdamaian di wilayah itu. Konstelasi politik dan konflik yang berbau perebutan teritorial hingga pegaruh nilai yang ada menjadi isu yang terus bergulir di kawasan ini. Iran, Lebanon, Palestina dan Israel merupakan empat aktor yang juga menyumbang peran dalam drama politik regional Timur Tengah. Masing-masing memiliki ranah dan kasusnya sendiri, dan juga terkait satu sama lain.
Iran dan Determinasinya di Timur Tengah
Revolusi Iran merupakan sebuah peristiwa yang menjadi pemacu utama tergelorakannya semangat kebangkitan Islam di Timur Tengah dan bahkan dunia dengan cara jihad (Rabasa, 2003: 9). Bahkan Aghsan dan Jakobsen (2010: 559) mengatakan bahwa, Iran is generally portrayed as an unstoppable force with a capacity and a will to dominate the Persian Gulf and even the Middle East. Kajian terhadap negara Iran menunjukkan tiga indikasi utama dari semangat kebangkitan ini, yakni keinginan Iran untuk meningkatkan prestige di dunia Muslim, upaya balance of power dengan Arab Saudi dan peningkatan kekuatan detterence Iran dalam menghadapi tantangan eksternal, utamanya Amerika Serikat (Aghsan dan Jakobsen, 2010). Alasan Iran memiliki kepentingan yang sedemikian rupa tidak dapat dipisahkan dari alasan sebagai pengekspor minyak terbesar kedua di dunia, destinasi transit kapal minyak secara geografis dan teropong utama bagi perkembangan Afghanistan (Zanchetta, nd dalam mercury.ethz.ch). Hal inilah yang mendorong kekuatan Iran ingin ditumbuhkan secara signifikan.
Jalur hard power maupun soft power dilakukan Iran untuk meningkatkan derajat kekuatannya. Hal ini terbukti dari aktivitas penggelontoran dana bagi basis militer Iran dan proliferasi nuklir Shahab-1 hingga Shahab-3 yang sempat menjadi perbincangan internasional. Kemudian secara diplomatis, Iran melakuan pendekatan militan dengan kelompok Hamas di Palestina dan Hizbullah di Lebanon, serta melakukan kerja sama dengan negara-negara Gulf Corporation Council (GCC). Hal ini dilakukan untuk mendukung peningkatan basis militer Iran karena negara GCC seperti Bahrain, Qatar, Kuwait, Oman, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mampu diajak bekerjasama terkait pengadaan pesawat tempur, kapal tempur dan tank yang berteknologi tinggi serta personil dan lapangan pelatihan (Aghsan dan Jakobsen, 2010: 563). Soft power yang diperlihatkan Iran lebih kearah gaya kepemimpinan Mahmood Ahmadinejad yang denga beraninya menentang Eropa dan AS melalui paradigma revolusioner, dan sebaliknya justru mendukung penuh Hamas serta Hizballah dalam jihadnya (Zanchetta, nd dalam mercury.ethz.ch). Dan dengan ini Iran semakin menorehkan lompatan di tengah keruntuhan Pan-Arabisme (Aghsan-Jakobsen, 2010: 563). 
Namun Iran tidak lepas dari hambatan menuju kebangkitannya. Agresifitas Iran dianggap memicu arm race di Timur Tengah dan mendorong negara GCC beraliansi dengan AS untuk menyeimbangkan kekuatan. Sedangkan dari segi internalnya, Iran menghadapi polaritas pemerintahan dimana Supreme Leader mengalami delegitimasi akibat perbedaan ideologi yang menghambat pemecahan kebijakan. Hambatan internal lain adalah krisis ekonomi pasca revolusi akibat anjloknya harga minyak dunia (Aghsan dan Jakobsen, 2010: 567). Hambatan ini mengakibatkan perkembangan Iran cenderung tidak pasti di Timur Tengah. Dari hambatan yang ada, isu penolakan prolierasi nuklir menjadi isu panas di mata internasional. pembangunan nuklir yang ditujukan bagi perdamaian dan sumber enerli bagi Iran dituding sebagai ancaman internasional karena banyaknya keterkaitan Iran dengan kelompok teroris (Mousavi, 2010). Tentu saja penghakiman ini keluar dari AS yang akhirnya membagun aliansi dengan Inggris, Perancis dan Jerman berkaitan dengan penolakan kepemilikan nuklir oleh Iran. Alhasil, pada tahun 2006, IAEA sebagai Badan Energi Atom Internasional memberikan laporan pelanggaran Iran kepada Dewan Keamanan PBB atas material berbahaya yang ditimbun Iran, padahal Artikel 4 Iran menyatakan hak proliferasi nuklirnya.
Meski demikian, sejarah Perang Iran-Iraq mengajarkan pada Iran bahwa AS tidak akan mengijinkan program apapun yang mengancam kepentingannya termasuk nuklir Iran. Sehingga Iran gigih mempertahankan proliferasi nuklirnya (Mousavi, 2010). Pihak internasional lebih pada kekhawatiran akan stabilitas regional Timur Tengah yang dipertaruhkan oleh Iran jika terjadi kompetisi nuklir karena Arab, Mesir, juga Turki memilikikapabilitas untuk membangun senjata tersebut. AS menjadi pihak yang ikut campur karena hubungannya dengan negara GCC sebagai payung keamanan militer yang masih bergantung pada AS (Raigh-Hasan & Jakobsen, 2010). Kebangkitan Iran ini kemudian secara tidak langsung didukung oleh beberapa faktor seperti kegagalan kebijakan Amerika, naiknya harga minyak, serta konflik Israel dan Palestina. Revolusi Iran (1979) itu sendiri tidak terlepas sebagai faktor pemberi energi kebangkitan Iran, karena kekuatan ideologi Islam Iran, ancaman utama yakni AS, Yahudi Israel sebagai public enemy di Timur Tengah dengan perspektif Zionisme serta berbagai persengketaan di pulau-pulau Teluk Persia yang mungkin saja melebar (Larijani, 2007 dalam Hadian & Hormozi, 2011 : 26).
Kondisi ini diperparah oleh trauma Iran atas lambatnya penanganan PBB terhadap kasus Perang Irak-Iran yang dapat dikategorikan war crimes dan membawa banyak kerugian bagi Iran. Sehingga Iran tidak lagi mempercayakan national security and defence dalam ranah PBB (Hadian & Hormozi, 2011 : 27). Faktor self-pride Iran yang menjunjung tinggi martabat identitasnya pasca Revolusi Iran 1979 membuat kebijakan Iran belawanan dengan pendapat pihak Barat. Seluruh kondisi inilah yang membuat Iran terus mengobarkan semangat kebangkitan Islam di seluruh dunia melalui cara hard power dan soft power. Tidak menutup kemungkinan bahwa Iran akan mampu menjadi penguasa Timur Tengah meskipun saat ini perilakunya telah melunak pasca pergantian tampuk kepemimpinan. Hal ini didukung oleh perkembangan politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan militer yang signifikan dalam negara. Bahkan ahli strategi perang Iran telah dilatih dengan pesat untuk meningkatkan kemampuan taktis negara ini.
Lebanon dan Shi’ah Triangle
Pemerintahan Lebanon merupakan salah satu pemerintahan yang dipengaruhi oleh segitiga axis Syi’ah yang terdiri atas Iran, Suriah dan Hizbullah yang saling berhubungan sejak tahun 1990an di bidang meliputi perwujudan kedamaian, kemakmuran ekonomi, berakhirnya ideologi yang dianggap tidak relevan dan modernisasi (Amidror, 2007: 1). Segitiga Syi’ah ini berkonotasi ganda, yakni sebagai kelompok ideologi radikal dan organisasi aksi fisik yang bahkan bergerak hingga ke kubu Sunni Palestina akibat munculnya Amerika Serikat dan Timur Tengah sebagai musuh bersama (Amidror, 2007: 1). Adanya konflik Israel-Palestina menyeret Lebanon (selatan) masuk dalam perebutan teritorial dengan Israel selama 22 tahun, akibat geografis Lebanon dan Israel yang berhimpitan. Pasca tahun 2000, okupasi Israel diakhiri, namun tensi kekerasan tetap terjadi dan menjadi kekhawatiran masyarakat setempat. Ditambah lagi dengan pergerakan dari aktor regional seperti Hizbullah, kelompok rakyat Palestina yang berbasis di Lebanon, dan Suriah, memiliki agenda tersendiri (Najem, 2000: 4006). Perebutan Lebanon Selatan ini terjadi setelah peristiwa pengusiran pasukan gerilya Palestina (PLO) dari Yordania ke Lebanon Selatan tahun 1970an.
Lebanon kemudian memiliki nilai yang sangat strategis dalam konflik ini akibat letak geografisnya yang memungkinkan kesempatan untuk meluncurkan serangan militer terhadap Israel (Najem, 2000: 4006). Dukungan Lebanon kepada Palestina didasari kepentingan terhadap transformasi ideologi menuju Sunni bagi sistem politik baru dan juga sebagai tameng utama kawasan Lebanon Selatan yang dijaga oleh Hizballah. Perang yang ada di Lebanon sendiri terjadi pada tahun 1975 dan 2006 akibat polarisasi pandangan elit domestik Lebanon tentang kedatangan PLO. Kristen Maronit menolak PLO karena pada akhirnya mendorong invasi Israel ke Lebanon Selatan pada tahun 1978 dan 1982 dengan mendirikan security zone (Najem, 2000: 4007). Suriah, Iran dan Hizballah berhasil mengusir pasukan Israel ini. Akibat hal ini, Hizballah menuntut peningkatan kapasitas militernya dan menjadi aktor dominan dalam pemerintahan Lebanon kemudian. Perguliran konflik teritoal yang makin rumit ini justru menguntungkan pihak Suriah dalam okupasi ke Israel terkait kasus bukit Golan sekaligus sebagai real bargaining chip dalam diplomasi. Mengetahui kepentingan ini, Israel kemudian menarik pasukannya dengan mandat Ehud Barak, sehingga Suriah tidak akan memiliki alasan lagi untuk menjustifikasi peran mereka secara terus-menerus di Lebanon (Najem, 2000: 4008).
Namun Suriah kemudian tetap mengontrol integrasi Lebanon Selatan yang dipegang Hizballah dalam negara Lebanon itu sendiri melalui mekanisme kontrol politik, sehingga menimbulkan tuntutan Suriah untuk menarik diri dari Lebanon (Najem, 2000: 4008). Meski demikian, paduan Hizballah, Amal dan Suriah mampu menciptakan stabilitas politik bagi Lebanon dan bahkan menindaklanjuti SLA dengan menyediakan pengadilan militer sebagai arbitrary show trials. Konflik Israel-Palestina yang berlarut mengakibatkan banyaknya kepentingan negara lain yang masuk baik secara langsung seperti Iran dan Suriah maupun secara tidak langsung layaknya Lebanon yang disetir oleh Iran dan Suriah. Bahkan, d Dalam Arab Summit yang baru terjadi, Suriah mengajukan pemberhentian normalisasi hubungan dengan Israel hingga krisis bisa diatasi. Bagi Suriah, kalkulasi level kerugian, opini publik dan legitimasi Bashar Al-Assad di Suriah yang belum kuat kala itu juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan (Najem, 2000: 4009).
Pengaruh Iran di Lebanon juga sangat kuat, hal ini terlihat dari beberapa indikasi. Konflik antara Sunni dan Syi’ah di Lebanon semakin memanas karena keberadaan segitiga axis dari Iran, Suriah, dan Hizbullah yang bertujuan memompa kekuatan dibanding negara-negara Sunni dan mengusir segala bentuk intervensi asing seperti Amerika Serikat (Amidror, 2007: 2). Tameng nuklir sebagai senjata penjagaan status pemimpin regional dan tameng terhadap ideologi yang berlawanan, membuat konflik semakin memanas. Proliferasi nuklir seperti yang diketahui pernah dilakukan oleh Shah Iran dan didukung oleh Hamas, Hizbullah dan Fatah, bahkan semakin mendorong semangat untuk memerangi Israel (Amidror, 2007: 2). Segitiga Syi’ah juga secara tidak langsung mengintimidasi melalui konstelasi harga minyak dunia, dukungan terhadap oposisi Sunni, dan pasokan senjata serta finansial oleh Iran dan Sriah ke kelompok-kelompok yang dianggap teroris seperti Hizballah (Amidror, 2007: 2). Sehingga terlihat jelas bahwa hubungan antara Suriah, Iran dan Lebanon dihubungkan oleh Hizballah sebagai pasukan penjaga Lebanon Selatan sekaligus dianggap sebagi oposisi atau lebih ekstrim sebagai teroris. Korelasi ini juga terlihat dari kesatuan visi ketiganya dalam mempertahankan legitimasi, upaya mengusir pihak asing dan jihad Islam. Dalam kasus ini, Iran merupakan penyumbang senjata dan finansial utama bagi Hizballah. Sedangkan Suriah menjadi jalur penyelundupan serta penyedia logistik perang bagi Hizballah. Hal ini dibuktikan dari penempatan kantor utama di Damaskus dan tentunya memberi suntikan kekuatan yang besar bagi Hamas di Palestina di bawah asistensi Iran (Amidror, 2007: 3).

Kondisi di atas membuat Lebanon kesulitan dalam mengatasi konflik internal maupun eksternal dari negaranya. Faktor yang paling dominan ialah banyaknya campur tangan asing dengan kepentingannya masing-masing. Bagaimana tidak, kegiatan politik yang ada di Lebanon didominasi oleh pendudukan Suriah selama 30 tahun dan menyuntikkan ideologi serta doktrin-doktrin sejarah (Sakr, 2005: 86). Rezim kekerasan bagi oposisi di Lebanon yang didogmakan oleh Suriah membuat politik Lebanon cenderung pasif dan tidak mandiri, sehingga Lebanon kesulitan dalam mengambil kebijakan bagi konflik yang dihadapinya karena Suriah yang selama ini menavigatori kebijakan pemerintahan Lebanon (Sakr, 2005: 87). Akibatnya, Suriah terlibat langsung dalam urusan kedaulatan Lebanon, ratusan penduduk menjadi korban penculikan, dikirim ke penjara Mezze atau Palmyra yang kejam (Sakr, 2005: 88). Hal inilah yang mengakibatkan ranah politik dan yudisial Lebanon juga sangat terpengaruh oleh segitiga Syi’ah Hizballah, Iran dan Suriah. Dimana Suriah secara langsung masuk dalam pengelolaan pemerintahan Lebanon, sedangkan Iran menjadi penopang utama segitiga tersebut.
Dari sini dapat dilihat dengan jelas bahwa pengaruh pemerintahan Lebanon secara langsung dikoyak oleh Suriah dan Iran melalui jembatan Hizbullah. Lebanon menduduki posisi yang strategis dalam perkembangan penyelesaian konflik antara Palestina dan Israel. Namun, keberadaan segitiga Syi’ah justru melemahkan situasi domestik Lebanon yang mengindikasikan bahwa tarik-menarik kepentingan pihak-pihak luar tidak bisa dihindari di dalam wilayah domestik Lebanon. Masalah campur tangan asing inilah yang menyebabkan Lebanon menjadi powerless.
Prospek Penyelasaian Konflik Israel-Palestina 
Konflik Israel-Palestina merupakan konflik di kawasan Timur Tengah yang hingga saat ini masih terus bergulir. Perseteruan antara bangsa Arab dan Yahudi ini pada awalnya merupakan persoalan konflik teritorial, yang pada akhirnya berujung pada konflik dengan dimensi yang rumit karena dipengaruhi oleh nilai keagamaan, afiliasi politik dan hubungan antarnegara yang kompleks. Perjanjian damai yang awal mulanya dirancang pada tahun 2003 dalam bentuk Roadmap nyatanya tidak dapat dihindari hingga berujung pada perang (Farsakh, 2011: 55). Konsep territorial based itu sendiri telah muncul 400 tahun yang lalu, kemudian pada perkembangannya muncul Westphalia Treaty pada tahun 1648 yang merancang konsep nation-state. Kedua konsep ini tidak dapat serta-merta diterima sebagai dasar penyatuan Israel dan Palestina. Sehingga konflik ini terus berlanjut (Witkin, 2011 : 38). Alasan yang paling mendalam tidak lain adalah ketidak cocokan dua kubu bangsa yang mencari wilayah untuk didaulat, dimana wilayah tersebut memiliki ikatan historis dengan bangsa mereka yakni Palestina yang sesungguhnya sebagai nenek moyang bangsa Arab (Witkin, 2011 : 42).
Upaya negosiasi dalam penyelesaian perang ini bukannya tidak ada, terbukti dari banyaknya usaha penyelenggaraan negosiasi yang diajukan oleh berbagai pihak seperti PBB dan Liga Arab untuk mengakhiri perang berdarah selama 30 bulan, yang terjadi antar Israel melawan Hizbullah di Lebanon di tahun 2006 dan Israel melawan Hamas di Gaza ditahun 2008-2009 (Peleg dan Scham, 2010: 216). Sejarah perjanjian yang ada sebelumnya ternyata tidak membuat perjanjian antara Israel-Palestina cukup berhasil. Dalam hal ini terdapat sepuluh faktor normatif yang mempengaruhi terjadinya negosiasi yaitu berkaitan dengan kondisi status quo, otoritas dan kapabilitas pemimpin, simpatisan asing, perlunya arbriter, kepemimpinan AS, domestik AS, persiapan pra-negosiasi, momentum atau waktu yang tepat dan kekuatan pressure yang dibutuhkan (Peleg dan Scham, 2010: 221). Pada kenyataannya, kedua negara ini ingin keluar dari status quo menuju negara berdaulat secara utuh, terutama atas West Bank, Jerusalem dan Haram al-Sharif. Sehingga yang terjadi hanyalah diskusi yang alot antara kedua pihak. Kemudian, faktor kepemimpinan AS dalam administrasi Obama yang diharapkan akan membawa aksi solutif juga masih dipertanyakan netralitasnya. Diperparah dengan kapabilitas pemimpin antara dua pihak yang berseteru juga memiliki bargaining yang berbeda di mata dunia. Faktor trauma akan perang juga menjadi perhatian dalam negosiasi, sehingga saling tidak suka dan curiga akan terus membakar tensi Israel ataupun Palestina. Sehingga upaya melakukan tekanan juga akan menurun (Peleg dan Scham, 2010: 227). Dengan kondisi seperti ini maka, persiapan dan penentuan momentum negosiasi pun akan kurang efektif karena atmosfer perundingan yang pada dasarnya memang pelik.
Perebutan wilayah yang sangat berarti bagi identitas baik Palestina maupun Israel ini sempat memunculkan beberapa solusi berupa interspersed nation-state system atau sistem negara berselang-seling (Witkin, 2011 : 42), yang mana dalam satu wilayah tersebut, Israel dan Palestina  masing - masing akan memerintah sekelompok orang yang berbeda. Pendapat normalisasi hubungan ini dikarenakan adanya saling keterbutuhan tentang keamanan dari Israel dan pemberantasan teroris dari Palestina. Bagi Witkin, sistem mungkin diwujudkan karena pada dasarnya perbedaan yang mengakar antara keduanya sulit untuk dikompromikan, sehingga jalan terbaik adalah hidup berdampingan. Disini, baik Israel dan Palestina memiliki sovereignty penuh atas sekelompok orang atau bangsa tertentu dan pemerintahan yang dengan  konsep nation (Witkin, 2011 : 48). Meski demikian, konsep ini akan bermasalah ketika bergesekan dengan nilai etnis yang chauvinis, mutual enemy kawasan, goepolitikal, dan netralitas organisasi yang nantinya akan dibentuk dengan bantuan AS.
Program solutif juga ditawarkan oleh Judah Magnes, Martin Buber dan Brit Shalom pada kurun 1930an untuk membuat sistem bi-national state di tanah sengketa (Farsakh, 2011: 56), yang lalu ditolak oleh kedua belah pihak karena alasan hak kebangsaan. Kemudian, one-state solutio sebagai bentuk negara demokratis juga diperdengarkan oleh United Nations Special Committee on Palestine (UNSCOP), dimana kekuadaan ada pada Muslim, Yahudi dan Kristen. Ide ini juga itolak dengan alasan Yahudi yang merasa berhak sepenuhnya atas tanah Palestina, sehingga proklamasi kemerdekaan Israel pun terjadi pada tahun 1948 (Farsakh, 2011: 56). Hampir seluruh jenis perundingan berujung pada sikap keras kepala kedua pihak yang tidak mau berkompromi dan pelanggaran HAM yang dilakukan Israel. Situasi security dilemma yang dialami kedua belah pihak juga terjadi bila adanya dominasi Israel di sektor ekonomi dan politik, bila solusi one state dijalankan (Farsakh, 2011: 61). Ketiadaan sosok pemimpin Palestina yang sekuat Yasir Arafat menciptakan stigma bahwa perjuangan akan dilanjutkan oleh Hamas dan Fatah fokus untuk melakukan resistensi dan pembuktian diri bahwa Palestina dapat berdiri sendiri sebagai sebuah negara yang sah (Farsakh, 2011: 65).
Dari sini dapat disimpulkan bahwa konflik Israel-Palestina masih sangat sulit diselesaikan dalam bentuk perundingan karena kurangnya pemahaman atas kompromi itu sendiri antara kedua belah pihak yang bersengketa. Kemudian ketidakseimbangan kapabilitas pemimpin dan campur tangan asing juga menjadi faktor utama alotnya negosiasi dalam konflik ini. Kemudian menjadi penting, belajar dari perundingan Camp David II pada tahun 2000 dan Taba Talks di tahun 2001 yang mengalami kegagalan di masa pemerintahan Presiden Clinton dan Yasir Arafat serta Ehud Barak. Perundingan ini menjadi upaya terakhir dalam konflik Palestina-Israel, sehingga beberapa ulasan bahkan menyebutkan bahwa “Camp David II as a laboratory for failure” (Peleg & Scham, 2010: 228). Maka komponen yang perlu diperbaiki dalam proses negosiasi yang selanjutnya adalah, meredam personal clashes, saling memahami kepentingan dan konstelasi politik domestik yang ada, netralitas AS sebagai “honest broker” dan pentingnya membangun edukasi masyarakat akan masa depannya yang harus dicapai dalam perdamaian.


Referensi:
Amidror, Yaakov, 2007. "The Hizbullah-Syria-Iran Triangle", dalam The Middle East Review of International Affairs, 11 (1): 1-5.
Farsak, Lelila. 2011. “The One-State Solution and the Israeli-Palestinian Conflict: Palestinian Challenges and Prospects,” Middle East Journal, 64 (1): 55-71.
Hadian, Naser dan Shani Hormozi. 2011. “Iran’s New Security Environment Imperatives: Counter Containment or Engagement with the USdalam Iranian Reviews of Foreign Affairs 1 (4) 13 - 55.
Lowther, Adam. 2012. “Tujuh alasan Amerika Serikat tidak Menyerang Iran” [online] dalam http://www.tempo.co/read/news/2012/01/10/116376309/Tujuh-Alasan-Amerika-Tidak-Menyerang-Iran [diakses pada 26 November 2013].
Najem, T. P., 2000. “Palestinian-Israeli Conflict and South Lebanon”, dalam Economic and Political Weekly, Vol. 35, No. 46 (Nov. 11-17, 2000), pp. 4006-4009.
Mousavi, Mohammad Ali dan Yasser Norouzi. 2010. “Iran-US Nuclear Standoff : A Game Theory Approach” dalam Iranian Reviews of Foreign Affairs 1 (1) : 121 - 152.
Peleg, Ilan dan Paul Scham. 2010. “Historical Breakthroughs in Arab-Israeli Negotiations: Lessons for the Future”, Middle East Journal, 64 (1): 31-54
Rabasa, Angel M. 2003. Political Islam in Southeast Asia: Moderates, Radicals and Terrorist. Oxford, New York: Oxford University Press for the International Institute for Strategic Studies.
Rahigh-Aghsan, Ali dan Peter Viggo Jakobsen. 2010. “The Rise of Iran: How Durable, How Dangerous?” dalam The Middle East Journal, 64 (4): 559-573.
Sakr, Etienne, 2005. "The Politics and Liberation of Lebanon”, dalam The Middle East Review of International Affairs, 9 (4): 86-105.
Tayseir M. Mandour. 2010. Islam and Religious Freedom: Role of Interfaith Dialogue in Promoting Global Peace.” Brigham Yong University Law Review.
Witkin, Nathan. 2011. “A Two State/One-Land Solution for the Israeli-Palestinian Conflict,” Middle East Journal, 65 (1): 31-54.
Zanchetta, Barbara. nd. “The Rise of Iran: Engagement or Containment?” [online] dalam http://mercury.ethz.ch/serviceengine/Files/EINIRAS/128991/ichaptersection_singledocument/3f7cb144-85f2-4d1d-aa23-7e2efaa59c78/en/Chapter_3.pdf, [diakses pada 23 November 2013].

9 Rahasia Yahudi Yang Tidak Diketahui Umat Islam



Kita tahu saat ini bangsa Yahudi menguasai dunia, bahkan ada teori konspirasi Illuminati, suatu cara bangsa Yahudi menguasai dunia.

1. Bahaya Rokok
Bangsa Yahudi pemilik pabrik rokok terbesar di dunia dan mari kita lihat. Rakyat Yahudi tidak merokok, mereka tahu bahaya merokok jadi harga rokok dibuat sangat mahal. Di New York, Amerika Serikat harga rokok per bungkusnya $ 12. Itu setara Rp 108.000 bila harga dollar 9.000 rupiah. Bila pasar Yahudi enggan membeli rokok karena mahal, lantas di jual kemana rokoknya? Tentu saja ke negara-negara muslim. Misalnya Indonesia. Merokok dapat membuat otak tumpul dan bodoh, dan di Indonesia rokok dijual di samping sekolah. Lihat saja warung kaki lima di sebelah sekolah anda, jual rokok?
Ga heran. Bangsa Yahudi makin pintar karena tak merokok, dan umat muslim semakin bodoh karena lebih memilih membeli rokok ketimbang menabung atau melakukan investasi cerdas lainnya.

2. Bahaya Vaksin Dan Obat Modern
Yahudi jago membuat vaksin dan obat modern lainnya, tapi tahukah anda? Rakyat Israel tidak berobat menggunakan vaksin dan obat- obatan modern, mereka tahu obat yang mengandung bahan kimia tidak bagus untuk kesehatan. Karena itu masyarakat Israel memilih obat- obatan alami, misalnya coba tebak....
Habbatus Sauda! Sungguh ironi, pengobatan alami sunah rasul digunakan sebagai pengobatan sehari-hari rakyat Israel, namun umat Islam lebih percaya dengan obat kimia yang katanya modern itu. Belum lagi beberapa vaksin mengandung babi.

3. Hubungan Ibu Dan Calon Bayinya
Wanita Yahudi ketika mengandung, akan mendengar suami membaca, menyanyi atau mereka akan menyelesaikan masalah matematika bersama-sama.
Tujuannya untuk mendapatkan bayi yang bijak dan pintar, karena pikiran dan perasaan si ibu berkesinambungan dengan sang anak. Ketika si anak lahir, sang ibu menyusui sendiri anaknya. Bagaimana dengan umat islam? Saat ini banyak ibu yang memilih menggunakan susu pabrik ketimbang ASI untuk bayinya.

4. Mengganti Kafein Kafeein berbahaya
Bangsa Yahudi tahu itu. McDonald di Israel mengganti kopi berkafein dengan teh yang mengandungi polyphenols. Polyphenols berguna sebagai antioksidan memperbaiki sel rusak dan mencegah kanker. Sedang umat Islam masih terpedaya dengan Kafein berbahaya.

5. Makan Buah Sebagai Makanan Pembuka
Di Israel mereka mendahulukan makan buah terlebih dahulu sebelum memakan makan utama. Mereka tahu kalau mereka makan makanan utama terlebih dahulu (misalnya nasi atau roti), maka mereka akan mengantuk, lemah dan payah. Sungguh kombinasi yang tidak produktif untuk belajar dan bekerja. Bagaimana dengan umat Islam? Lagi-lagi mereka terpedaya. Masyarakat muslim lebih percaya untuk memakan buah sebagai makanan penutup. Pantas jadi suka mengantuk.

6. Penggalian Masjid Al Aqsha dan Qubah Shakhrah
Sejak 50 tahun lalu, Israel melakukan penggalian bawah tanah. Israel menginginkan Masjid Al Aqsha dan Qubah Shakhrah runtuh dengan sendirinya.

7. Penipuan Sejarah Israel memanipulasi fakta sejarah dengan mengatakan negara-negara Arab yang menyerang Israel terlebih dahulu pada perang tahun 1967. Padahal faktanya, Israel yang menyerang negara-negara Arab terlebih dahulu kemudian mereka merebut kota Al Quds dan Tepi Barat. Tetapi mereka mengatakan serangannya itu adalah serangan untuk menjaga diri dan antisipasi?

8. Umat Muslim Dan Kristen Bersatu
Di Palestina, umat muslim dan umat kristen bersatu melawan penjajahan zionis.

9. Wajib Militer
Para pelajar Israel diwajibkan ikut wajib militer dan dilatih taktik ketentaraan seperti menembak dan memanah.

Semoga bermanfaat. Sekian, terima kasih.

MESIAS YANG DINANTIKAN ISLAM

ANTI KRISTUS
MESIAS YANG DINANTIKAN ISLAM
Sebuah karya sangat menarik dan provokatif. Harus dibaca
oleh para imam dan pendeta, mahasiswa dan pembaca awam
disetiap tempat”
Robert Spencer, Direktur Jihad Watch
______________________________________________
JOEL RICHARDSON
2
Dengan pikiran seorang sarjana dan hati seorang pendoa syafaat, Joel Richardson
telah mengemukakan sebuah gambaran yang menggugah rasa ingin tahu kita akan
“peperangan akhir jaman” yang akan datang. Saat Islam militan bangkit dengan
angkara murka, dan dengan dukungan suatu roh yang anti-semitis, pada saat itu
akan bangkit pula sekelompok orang yang rela memberikan hidup mereka bagi Injil
Yesus Kristus. Menggemparkan...Mencerahkan...dan merupakan sebuah
penyadaran untuk semua orang percaya yang tulus hati”.
James W. Goll
, Pendiri Encounters Network
Penulis The Seer, The Lost Art of Intercession and Praying for Israel’s Destiny
Joel Richardson telah menyampaikan sebuah konsep yang cerdas, patut dipikirkan,
penuh belas kasih dan berdasarkan Firman Tuhan; berkenaan dengan anti paralel
teologis yang menakjubkan, antara eskatologi Islam radikal dan iman Alkitabiah. Ia
sangat menekankan bahwa hal ini bukan suatu kebetulan humanistis semata.
Namun, Joel juga bukan seorang yang bereaksi secara berlebihan, juga bukan
seorang radikal paranoid. Melainkan, ia adalah seorang yang mencari dan
mengasihi kebenaran, seorang yang mempunyai kasih dan keberanian untuk
memaparkan bukti-bukti historis dan teologis mengenai keyakinan-keyakinannya di
hadapan kita, dan kemudian memberikan kepada kita kewenangan untuk menguji
fakta-fakta itu sendiri, sehingga kita sendiri dapat menarik kesimpulan. Joel
Richardson adalah seorang pelayan Yesus Kristus yang rendah hati, dan saya
sangat mengenalnya sebagai seorang suami yang setia dan mengasihi keluarganya.
Ia bagai seorang bapa dan sahabat bagi semua orang yang dibawa oleh Tuhan ke
dalam jalan hidupnya. Kiranya Tuhan juga memberikan pada kita semua keberanian
untuk membuka mata kita terhadap peperangan rohani yang terus memanas, yang
harus kita hadapi dalam jaman yang rusak ini, dan juga membuka mata kita
terhadap keindahan karya Kristus di bumi, sehingga dalam dunia ini kita mampu
mengarahkan hidup kita dengan baik, hingga saatnya muka dengan muka kita
bertemu dengan Tuhan Yesus”.
-
Michael Sullivant
Gembala, Penulis, Pembicara Konferensi
Ini adalah buku yang harus dibaca oleh semua orang yang berminat mempelajari
nubuat Alkitab mengenai akhir jaman! Joel Richardson telah mengungkapkan hal-
hal penting mengenai adanya konsensus peranan penting Islam dalam kerajaan
Anti Kristus. Bukti-bukti yang dipaparkan Joel berasal dari Hadith yang merupakan
tradisi Islam, yang sangat dikenal orang Muslim dan merupakan sumber penting
bagi doktrin Islam; namun tidak banyak dipahami oleh orang Barat. Pembaca yang
memiliki pikiran terbuka tidak akan mampu mengabaikan paralel-paralel yang
luarbiasa antara tradisi-tradisi Islam dan agenda Anti Kristus, seperti yang
digambarkan oleh Alkitab. Pemaparannya yang jelas dan memberikan pemahaman
mengenai pentingnya pemenggalan kepala dalam hukum Islam, sangat
menggentarkan. Skenario mengenai bagaimana dunia ini akan menjadi pengikut
Anti Kristus benar-benar mencengangkan. Yesus mengingatkan kita untuk berdoa
3
dan berjaga-jaga oleh karena masa pengujian sedang mendatangi dunia ini. Anda
akan mendapati diri anda melakukannya. Bagi pembaca yang hanya dapat
dipuaskan dengan kebenaran, buku ini adalah buku yang harus anda masukkan ke
dalam perpustakaan anda”.
-
Robert Livingston
, Misionaris untuk Timur Tengah,
Penulis –
Christian and Islam: The Final Clash
Pengetahuan Joel yang menyeluruh mengenai Islam memberikan banyak informasi
yang membantu orang Kristen untuk memahami tradisi-tradisi dan pengajaran
Islam, menyingkapkan kesamaan-kesamaan mengejutkan antara nubuat Kristen
mengenai akhir jaman dengan pengharapan-pengharapan Islam untuk
mendominasi dunia. Keseimbangannya dalam menggunakan teks-teks Islam dan
Alkitab sangat meyakinkan, sehingga setelah membaca buku ini kita tidak akan
ragu lagi untuk mengatakan bahwa Anti Kristus itu tidak lain tidak bukan adalah
seorang Kalifah Muslim. Namun yang paling saya hargai adalah bagaimana ia
menyampaikan argumennya tidak dengan cara meracuni, namun dengan bijaksana,
bahkan kasih, saat ia mendorong orang Kristen untuk mengasihi tetangga-tetangga
Muslim mereka, dan memenangkan mereka bagi Kristus. Buku ini adalah bacaan
yang penting bagi semua orang Kristen yang ingin belajar lebih banyak lagi
mengenai agama dunia yang saat ini sedang berkembang dengan sangat cepat,
atau mereka yang ingin menyiapkan diri dengan lebih baik untuk berdialog dan
bersaksi kepada orang Muslim”.
-
Steve Alt
, Asisten Profesor teologi,
F.I.R.E. School of Ministry, Concord, NC
Setelah bertahun-tahun berefleksi, saya mengabaikan detil-detil spesifik dalam
skenario akhir jaman. Namun, buku ini sungguh memuat detil-detil spesifik seperti
itu, dan saya juga percaya bahwa Islam adalah sistem Anti Kristus pada akhir
jaman. Hal itu dipaparkan dalam buku ini, dalam sebuah skenario yang sangat
mungkin terjadi. Sebagai tambahan, informasi dalam buku ini mengenai Islam dan
Anti Kristus sangatlah penting, dan sepengetahuan saya informasi ini tidak akan
anda dapatkan di tempat lain. Menurut saya, dalam jaman yang penuh dengan
teror Islam seperti saat ini, memahami informasi mengenai eskotologi Islam yang
dikemukakan dalam buku ini sangatlah penting. Oleh karena itu jelaslah bahwa
buku ini memberikan kontribusi yang sangat berarti. Saya sangat menganjurkan
agar anda benar-benar menguji informasi yang terdapat dalam halaman-halaman
buku ini”.
-
Dr. Daniel C. Juster
, Penulis
Jewish Roots
dan
Israel the Church and the Last-days,
Direktur Eksekutif dari Tikkun Ministries International
Joel Richardson melayani dalam komunitas Kristen dan juga Muslim. Secara
menyeluruh ia mempelajari dokumen-dokumen penting mengenai Islam pada awal
berdirinya, dan para teolog muslim yang muncul di kemudian hari, dan juga
4
Perjanjian Baru. Ia menyimpulkan semua itu dengan baik tanpa menjadi terlalu
teknis. Buku ini menjelaskan perbedaan antara kekristenan dan Islam. Ini adalah
sebuah buku yang harus dibaca oleh orang Kristen dan juga orang Muslim”.
-
James M. Arlandson (Ph.D.)
pengajar di sebuah
perguruan tinggi di California selatan dan secara reguler
menulis untuk American Thinker.com dan Answering-
Islam.org
Joel Richardson memberikan sebuah analisa yang mendalam mengenai Islam dan
figur mesianis dalam Islam. Buku ini penting untuk mengetahui penggenapan
nubuat Alkitab mengenai akhir jaman pada masa kita dan memahami peranan yang
dimainkan Islam di dalamnya”.
-
Pendeta Reza F. Safa
, mantan Muslim radikal,
Penulis
Inside Islam
Saya sangat menyukai buku ini! Joel Richardson adalah suara yang meneriakkan
berita yang penting pada saat ini. Saya percaya bahwa semua orang harus
membaca buku ini dan memahami urgensi beritanya, dan memperhatikan
kenyataan-kenyataan dan peringatan-peringatan yang ada dalam buku ini. Ini
adalah (tugu) pengingat yang luarbiasa akan adanya kebutuhan untuk mengerti
akan posisi semua orang percaya dan tanggung-jawab yang menyertainya”.
-
Mansour Khalil
, mantan Muslim

Kamis, 27 Oktober 2016

Ayat Al Quran Tentang Cinta dan Kasih Sayang


Ayat Al Quran tentang cinta dan kasih sayang merupakan topik yang selalu hangat untuk dibicarakan oleh semua orang, khususnya umat Islam. Tua muda, pria, wanita, kaya miskin dan semua golongan dalam masyarakat. Perasaan tersebut terkadang membuat manusia bahagia, tapi juga bisa membuatnya sedih dan merana. Oleh sebab itu, tiap makhluk hidup harus siap untuk mengambil segala resiko yang akan terjadi pada saat memutuskan untuk jatuh hati. Merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan yang tak bisa digambarkan oleh kata-kata. Terdapat sesuatu yang murni, putih, tulus dan suci yang timbul tanpa adanya paksaan atau adanya sesuatu yang dibuat-buat.


Ayat Al Quran tentang cinta sejati wajib direnungi maknanya. Berisi tentang emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Perasaan yang tidak ada seorangpun bisa mengetahui kapan datangnya, bahkan sang pemilik perasaan sekalipun. Jika kita sudah mengenalnya, kita akan menjadi orang yang paling berbahagia di dunia dan akhirat. Namun, bila tak terbalas, seseorang akan merasa sedih dan akan kehilangan gairah hidup. Dengan kata mutiara cinta, seseorang bisa belajar untuk menghargai sesama, serta berusaha untuk melindungi yang dicintai.
Banyak orang yang rela berkorban demi cinta dan kasih sayang. Perasaan tersebut seringkali membuat hati menjadi galau. Antara bahagia, senang, sehingga hati bak berbunga-bunga membuat bibir ini kerap tersenyum. Ada pula yang merasa bingung dibuatnya. Bahkan yang lebih parah adalah melanggar aturan ayat suci Al Quran dengan melakukan seks bebas dan zina atas nama cinta. Padahal itulah cinta yang ternoda oleh hawa nafsu birahi.

Cinta sejati kepada Allah Ta’ala dan Nabi SAW merupakan anugerah yang tak ternilai harganya. Rasa tersebut tidak dapat diucapkan dengan kata-kata, tidak dapat dideskripsikan dengan bahasa apapun. Ayat Al Quran tentang cinta menjelaskan sebuah perasaan dari dalam sanubari lubuk hati yang terdalam. Sehingga bisa membawa melayang dengan mimpi indah dan kebahagiaan. Berikut ini adalah beberapa ayat Al Quran tentang cinta dan kasih sayang:

  1. “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. (Al-Fatihah: 1)
  2. “Katakanlah (Wahai Rasulullah), Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. (Ali Imron: 31)
  3. “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik”. (Ali Imron:14)
  4. “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya, dan mengembang-biakan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan; dan bertakwalah kepada Allah swt. yang dengan nama-Nya kamu saling bertanya, terutama mengenai hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah swt. adalah pengawas atas kamu”. (An Nisa: 1)
  5. “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (Ar-Ruum: 21)
  6. “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, maka Allah Swt akan mengkayakan mereka. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui”. (An Nur: 32)
  7. “Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah”. (Adz Dzariyaat: 49)
Ayat Al Quran tentang cinta dan kasih sayang sebenarnya tidaklah selalu terkait dengan usia. Seringkali justru manusia merasa semakin kekanakan dikala usia bertambah tua. Karena kedewasaan bukan semata hanya dipandang dalam kemapanan hidup saja. Atau dipandang dalam bertambahnya pengalaman yang dimiliki. Kedewasaan jauh lebih bermakna dibandingkan hanya sekedar materi dan kuantitas. Kedewasaan adalah masalah kualitas dalam kita berpikir, berkata, dan berperilaku.

Selasa, 25 Oktober 2016

Sesibuk Apa Pun, Luangkan Waktu untuk Ibadah!



SIBUK? Tidak sempat sholat atau ibadah lainnya kepada Allah SWT? Mari kita renungkan dua hadits shahih berikut ini. Rasulullah Saw bersabda: “Rab kalian Tabaaraka wa Ta’ala, telah berfirman: ‘Wahai anak Adam, gunakanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi hatimu dengan rasa kecukupan dan memenuhi kedua tanganmu dengan rizki. Wahai anak Adam, janganlah engkau menjauh dari-Ku (karena apabila engkau melakukannya), niscaya Aku akan menjadikan hatimu penuh dengan kefakiran dan menjadikan kedua tanganmu penuh dengan kesibukan.” (HR. al-Hakim).
Dari Abu Hurairah, Nabi Saw  bersabda: ‘Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Wahai anak Adam, gunakan waktumu hanya untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku menjadikan dadamu penuh dengan rasa kecukupan dan Aku akan menutup kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka Aku akan memenuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan menutup kefakiranmu.'”  (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan Al-Hakim.
Sibuk biasa berkaitan dengan bekerja alias mencari rezeki. Semoga kita tidak lupa menghadap kepada Sang Maha Pemberi Rezeki, yakni Allah SWT, minimal dengan melaksanakan kewajiban pokok sebagai Muslim, yakni Shalat.
Kesibukan kerja takkan ada artinya jika Allah menahan rezeki yang kita cari itu.
“Aku (Allah SWT) tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka (manusia) dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh.”  (QS. Adz-Dzariyaat : 57-58).
Menurut Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ah Al-Fatawa, ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup semua hal yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala, baik berupa ucapan dan amalan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Dengan demikian, shalat, zakat, puasa, haji, ucapan yang benar (jujur), menyampaikan amanat, berbakti kepada kedua orang tua, silaturahmi, menepati janji, mengaji, menolong sesama, berdoa, berzikir, membaca al-Quran, dan yang semisalnya termasuk ibadah. Ibadah terpenting bagi umat Islam adalah Shalat sebagai tiang agama. Shalat pula yang merupakan dzikir terbesar. Walllahu a’lam.

Senin, 24 Oktober 2016

Islam adalah agama yang sesuai dengan akal dan logika

Islam adalah agama yang sesuai dengan akal dan logika. Namun, ia bersandar pada nas nas, dan ini tentu menuntut ketundukan dan kepatuhan mutlak. Bisakah Anda menjelaskan persoalan ini kepada kami?.... Ya, memang demikian. Islam sesuai dengan akal dan logika serta mengharuskan sikap tunduk dan patuh. Akal dan logika tidaklah bertentangan dengan sikap tunduk dan patuh. Bisa jadi sesuatu itu logis dan pada waktu yang sama menuntut ketundukan. Demikian pula, seseorang tidak bisa mengatakan bahwa sesuatu yang harus dipatuhi pasti tidak logis. Logika tidak menerima pernyataan semacam itu. Sekarang marilah kita jelaskan masalah ini dalam ruang lingkup akal dan logika.
Islam membahas banyak persoalan yang harus diimani lewat kitab sucinya yang membaca alam dan menjelaskannya kepada kita secara rasional dan logis. Setelah membuktikan ketuhanan Allah Swt. dengan cara tersebut, ia membahas kenabian yang terkait dengan sekaligus merupakan konsekuensi logis dari ketuhanan itu dengan dalil-dalil yang sangat memuaskan. Para nabi memberikan petunjuk tentang serta menerangkan masalah ketuhanan dengan dalil-dalil rasional dan logis. Setelah kematian, seluruh manusia pasti dibangkitkan untuk memulai kehidupan abadi. Jika tidak, tentu naluri cinta manusia kepada keabadian yang diberikan kepadanya akan sia-sia dan sama sekali tidak berarti. Karena Allah Swt. jauh dari kesia-siaan, tentu Dia memberikan petunjuk tentang kehidupan abadi itu kepada manusia. Zat yang telah menciptakan alam pada mulanya itulah yang akan menciptakan kembali makhluk-makhluk ini.
Al-Quran adalah kalam Allah. Seandainya seluruh jin dan manusia berkumpul untuk mendatangkan satu ayat saja yang serupa dengan ayat Al-Quran, pasti mereka tidak akan mampu melakukannya. Karena merupakan kalam Allah, suhuf-suhuf pertama dalam bentuknya yang asli dan suci, seperti Taurat, Injil, dan Zabur, yang dibenarkan oleh Al-Quran adalah juga kalam Allah.
Kita tidak akan menjelaskan secara rinci masalah ini yang telah kami terangkan di tempat lain secara gamblang. Kita menyebutkannya untuk menunjukkan sebuah pandangan. Setelah membuktikan dan menerangkan seluruh persoalan akidah secara rasional dan logis, kita sampai pada satu ruang yang tidak bisa dilalui oleh kaki logika dan segala perangkatnya. Sejumlah hakikat kebenaran yang dirasakan manusia dalam naluri dan hatinya demikian kuat hingga seluruh dalil tampak begitu lemah. Ini adalah masalah tingkat Dan merupakan hal yang sangat alami. Pribadi-pribadi luhur semacam Imam Rabbani, setelah menyempurnakan “perjalanan dari Allah”, menyebutkan pula bahwa manusia membutuhkan dalil. Tetapi, ini adalah untuk orangorang berkedudukan tinggi semacam mereka dan tidak ada hubungannya dengan orang-orang seperti kita.
Sesungguhnya seluruh perbuatan dan kreasi Allah Swt. bersandar pada akal dan logika. Bagaimana tidak, Dia adalah Zat Yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana. Tidak satu pun yang berasal dari-Nya sia-sia. Kita melihat ketika manusia bekerja dalam wilayah ilmu fisika, kimia, dan astronomi, berkat hukum-hukum pada pengetahuan tersebut, ia sampai kepada sejumlah prinsip yang kokoh. Namun, kita menyaksikan bahwa apa yang dilakukan dan dicapai oleh orang paling mahir dan paling cerdas sekalipun tetap tidak berarti bila dibandingkan dengan kreasi Allah Swt. Dia memiliki hikmah dalam setiap perbuatan, hikmah yang pasti rasional dan logis.
Tanda-tanda kekuasaan Allah di alam raya dan di diri kita sejatinya mengikat kita dan mengarahkan kita untuk beriman kepada-Nya. Pada mulanya kita melihat akal dan logika, namun pada akhirnya kita melihat sikap tunduk dan patuh. Bila kita tunduk kepada-Nya, kita harus menaati semua firman-Nya. Dalam hal ini tentu saja di hadapan kita muncul berbagai hal terkait dengan ibadah, seperti salat, puasa, zakat, dan haji, berbagai hal yang terkait dengan penghambaan.
Pelaksanaan ibadah adalah salah satu manifestasi ketundukan dan kepatuhan. Namun, di sini kita tetap bisa menilai semua itu dengan akal dan logika sekaligus memerhatikan hikmahhikmah yang terkandung. Pasti ada hikmah terkait dengan waktu-waktu kewajiban salat. Gerakan-gerakan salat sebagaimana diajarkan pasti tidak berlalu begitu saja namun mempunyai maksud tertentu. Membasuh anggota tubuh tertentu saat wudu pasti bersandar pada manfaat dan hikmah tertentu. Demikian pula salat jamaah yang berperan penting dalam menata kehidupan sosial dan kewajiban zakat yang berperan positif dalam membangun keseimbangan antara si kaya dan si miskin. Manfaat kesehatan dalam puasa juga tak terhitung. Aturan-aturan hukuman dalam Islam pun memuat pelajaran dan hikmah yang menakjubkan. Seandainya semua itu ditelaah secara mendalam dengan akal dan logika, tentu kita akan sampai pada titik yang sama, yaitu ketundukan dan kepatuhan.
Misalnya ibadah haji. Sejak awal kita menerima ibadah haji sebagai kewajiban, karena Allah Swt. berfirman, “Pergi haji ke Baitullah adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang sanggup melakukan perjalanan ke sana.”[1] Artinya, haji wajib bagi setiap lakilaki dan perempuan yang mampu pergi ke Baitullah. Pandangan ini bermula dari titik ketundukan dan kepatuhan. Kita mengucapkan, “Labbayk Allâhumma labbayk (Ya Allah, kami memenuhi panggilan-Mu).” Lalu, kita pergi ke Baitullah seraya melihat dan menelaah manfaat haji bagi dunia Islam. Kita melihatnya sebagai muktamar Islam internasional yang diikuti oleh seluruh lapisan. Ia membangun sebuah lahan subur untuk menjadikan kaum muslim sebagai satu tubuh lewat jalan tersingkat. Jika kita melihatnya dari sisi keadilan sosial, kita menyaksikan bahwa berkumpulnya seluruh manusia, baik miskin maupun kaya, baik alim maupun awam, di tempat yang sama dan dalam kondisi yang sama demi tujuan yang sama: memperlihatkan penghambaan kepada Allah Swt., ibadah haji meyakinkan kita bahwa Islam adalah sebuah sistem universal sekaligus membuat kita lebih percaya kepada Islam.
Jadi, sama saja apakah titik tolak kita dari akal dan logika hingga sampai pada sikap tunduk dan patuh, atau titik tolak kita dari ketundukan dan kepatuhan hingga sampai pada akal dan logika; Hasilnya sama. Karena itu, dari satu sisi Islam adalah agama yang rasional dan logis dan dari sisi lain adalah ketundukan dan kepatuhan. Dalam urusan tertentu ia bertolak dari akal dan logika guna sampai pada sikap tunduk dan patuh, sementara dalam urusan lain ia bertolak dari sikap tunduk dan patuh guna akhirnya sampai pada akal dan logika. Tatanan Ilahi yang meletakkan alam di hadapan kita sebagai kitab terbuka juga memiliki karakteristik yang sama.